Tari Lumense berasal dari Kecamatan Kabaena atau Tokotu'a Kabupaten Bombana Sulawesi tenggara. Kata Lumense sendiri memiliki arti Terbang Tinggi yaitu berasal dari
bahasa daerah yaitu kata Lume (terbang) dan Mense (Tinggi).
Pada zaman dahulu tari lumense dilakukan dalam ritual pe-olia, yaitu ritual penyembahan kepada roh halus yang
disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan aneka
jenis makanan. Ritual ini dilakukan agar kowonuano berkenan mengusir
segala macam bencana. Penutup dari ritual tersebut adalah penebasan
pohon pisang. Tarian ini juga sering ditampilkan pada masa kekuasaan
Kesultanan Buton.
Seiring dengan perkembangan, fungsi tari Lumense pun mulai bergeser. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa tari Lumense bercerita tentang kondisi
sosial masyarakat Kabaena saat ini. Corak produksi masyarakat Kabaena
adalah bercocok tanam atau bertani, masyarakat masih melakukan pola
tradisional yaitu membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian.
Sementara parang yang dibawa oleh para pria menggambarkan para pria yang
berprofesi sebagai petani. Simbol pohon pisang dalam tarian ini
bermakna bencana yang bisa dicegah. Oleh karena itu klimaks dari tarian
ini adalah menebang pohon pisang. Artinya, setelah pohon pisang tumbang
bencana bisa dicegah.
Para penari menggunakan Tokotu'a atau Kabaena.
Untuk para penari yang berperan sebagai perempuan memakai rok berwarna
merah maron dan atasan baju hitam. Baju ini disebut dengan taincombo
dengan bagian bawah baju mirip ikan duyung. Untuk penari yang berperan
sebagai laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang
merah. Kelompok laki-laki memakai korobi (sarung parang dari kayu) yang
disandang di pinggang sebelah kiri.
Tarian ini diawali dengan gerakan maju mundur, bertukar tempat
kemudian membentuk konfigurasi huruf Z lalu berubah menjadi S, gerakan
yang ditampilkan merupakan gerakan yang dinamis yang disebut moomani
atau ibing. Klimaks dari tarian ini adalah ketika para penanari terus
melakukan moomani kemudian menebaskan parang kepada pohon pisang, sampai
pohon pisang itu jatuh bersamaan ke tanah. Penutup dari tarian ini
adalah para penari membentuk konfigurasi setengah lingkaran sambil
saling mengaitkan tangan lalu menggerakannya naik turun sambil
mengimbangi kaki yang maju mundur. Tarian ini diiringi oleh musik yang
berasal dari alat music gendang dan gong besar (tawa-tawa) dan gong
kecil (ndengu-ndengu). Untuk mengiringi tarian ini hanya dibutuhkan tiga
orang penabuh alat music tersebut sementara dalam memainkan tarian ini
dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai property pendukung.
Permisi Ya Admin Numpang Promo | www.fanspoker.com | Agen Poker Online Di Indonesia |Player vs Player NO ROBOT!!! |
ReplyDeleteKesempatan Menang Lebih Besar,
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802