Tarian tradisional satu ini
menggambarkan aktivitas dan kebiasaan masyarakat Tolaki pada saat musim panen.
Namanya adalah Tari Dinggu.
Tari Dinggu adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi
Tenggara. Tarian ini merupakan tarian rakyat yang menggambarkan suasana
dan aktivitas masyarakat saat musim panen, terutama musim panen padi. Tari
Dinggu biasanya ditampilkan oleh para penari pria maupun wanita dengan
berpakaian layaknya para Petani pada zaman dahulu. Tarian ini sangat dikenal di
masyarakat Tolaki di Sulawesi Tenggara dan sering ditampilkan di
berbagai acara seperti pesta panen raya, penyambutan, perayaan hari besar,
festival budaya dan lain-lain.
Menurut sejarahnya, tarian ini berawal
dari kebiasaan masyarakat Tolaki saat panen raya, terutama masa panen padi.
Mereka melakukan aktivitas panen tersebut secara bergotong-royong atau
bersama-sama, mulai dari memetik padi, mengangkat padi, dan lain-lain. Setelah
padi terkumpul semua maka diadakan Modinggu, yaitu semacam menumbuk padi
secara masal yang dilakukan oleh para muda-mudi.
Setelah acara Modinggu
selesai kemudian diakhiri dengan Lulo bersama sebagai hiburan
serta melepas lelah. Selain itu Lulo juga dilakukan untuk mempererat
kebersamaan mereka. Tradisi ini terus berlajut di kalangan masyarakat Tolaki,
hingga akhirnya menjadi suatu tarian yang disebut dengan Tari Dinggu ini.
Seperti yang dikatakan sebelumnya,Tari Dinggu merupakan tarian yang menggambarkan aktivitas dan kebiasaan
masyarakat Tolaki saat panen raya. Selain itu tarian ini juga menggambarkan
semangat kebersamaan dan gotong royong masyarakat dalam melakukan sesuatu,
salah satunya saat musim panen yang mereka lakukan secara bersama-sama. Hal ini
menunjukkan bahwa semangat kebersamaan dan gotong-royong merupakan sesuatu yang
tidak bisa dipisahkan dengan masyarkat Tolaki di Sulawesi Tenggara.
Tari Dinggu merupakan tarian yang
dibawakan oleh para penari pria maupun wanita. Jumlah penari Tari Dinggu ini
biasanya terdiri dari 10 orang atau lebih penari pria dan wanita. Namun untuk
jumlah penari ini biasanya disesuaikan dengan kelompok masing-masing. Dalam
pertunjukannya, penari menggunakan kostum layaknya para Petani dan menari
dengan membawa sejenis alu, tampah, dan semacam lesung
yang digunakan sebagai properti menarinya.
Dalam pertunjukan Tari Dinggu
biasanya terdapat beberapa babak yang menggambarkan aktivitas para Petani saat
panen. Pada babak pertama biasanya diawali dengan babak yang menggambarkan para
Petani membawa padi. Lalu dilanjutkan dengan menaruh padi yang akan ditumbuk.
Kemudian dilanjutkan dengan babak tumbuk padi. Dan yang terakhir biasanya
diakhiri dengan gerakan Lulo.
Gerakan penari pria dan penari
wanita dalam Tari Dinggu ini pada dasarnya berbeda. Pada gerakan penari pria
biasanya didominasi dengan gerakan memainkan alu dan gerakan yang
dilakukan lebih lincah. Sedangkan pada gerakan penari wanita biasanya
didominasi dengan gerakan yang pelan kecuali pada gerakan menumbuk padi dan
melakukan Lulo. Karena dilakukan secara bersamaan antara penari pria dan
wanita sehingga penari wanita harus mengimbangi gerakan penari pria.
Dalam pertunjukan Tari Dinggu
biasanya diiringi oleh iringan musik tradisional seperti kendang dan gitar
kecapi khas Sulawesi Tenggara. Irama yang dimainkan dalam mengiringi Tari
Dinggu ini biasanya bertempo lambat, namun saat memasuki gerakan Lulo
maka irama yang dimainkan bertempo cepat dan musik gitar kecapi diganti
dengan gong.
Untuk kostum yang digunakan para
penari dalam pertunjukan Tari Dinggu biasanya menggunakan busana layaknya para
Petani zaman dahulu. Para penari wanita biasanya menggunakan baju kebaya dan
kain sarung khas Sulawesi Tenggara. Untuk aksesoris, penari wanita biasanya
juga dilengkapi dengan aksesoris seperti hiasan rambut dan kalung khas. Selain
itu penari wanita sebagian membawa tampah, dan sebagian lagi membawa
satu alu kecil yang digunakan untuk menari.
Sedangkan untuk penari pria biasanya
menggunakan pakaian lengan panjang dan celana panjang. Selain itu penari pria
juga dilengkapi dengan kain sarung yang dikenakan di pinggang dan kain selampang.
Sedangkan sebagai penutup kepala biasanya menggunakan caping atau topi
Petani. Penari juga membawa dua alu berukuran pendek yang digunakan
untuk menari.
Dalam perkembangannya, Tari Dinggu
masih terus dilestarikan dan kembangkan oleh beberapa sanggar di sana. Berbagai
kreasi dan variasi juga sering ditambahkan dalam setiap pertunjukannya agar
terlihat menarik namun tidak menghilangkan ciri khasnya. Tari Dinggu kini juga
sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara penyambutan, pesta rakyat,
pertunjukan seni, dan festival budaya.
Belum ada tanggapan untuk "Tarian Tradisional Daerah Sulawesi Tenggara Tari Dinggu "
Post a Comment